DR. UMI ROCHAYATI, M.T. KEMBANGKAN PENDIDIKAN KEJURUAN BERBASIS PESANTREN

Pesantren merupakan lembaga pendidikan agama Islam tertua di Indonesia yang tumbuh dan berkembang di masyarakat. Pesantren hadir di tengah-tengah masyarakat Indonesia dan tersebar dari desa-desa bahkan sampai kota-kota besar. Kehadiran pesantren di Indonesia tidak dapat dipungkiri lagi perannya dalam pembangunan masyarakat (Mustain Thahir, 2014:198). Peran pesantren sejak dulu tidak pernah lepas dengan peran edukatif yang mengajarkan ilmu-ilmu agama serta mampu berkontribusi dalam pembenahan akhlak dan moral masyarakat. Hal ini sesuai dengan hakekat sistem pendidikan nasional yaitu melakukan pembinaan dan pengembangan SDM secara utuh, jasmaniah dan rohaniah. Pendidikan pesantren mengajarkan budi pekerti, sifat, perilaku, dan karakter melalui pembiasaan dalam hidup sehari-hari. Selain itu, pendidikan di pesantren juga mampu menjaga nilai-nilai budaya yang telah ada, seperti budaya unggah-ungguh, taat pada guru serta menghormati pada orang yang lebih tua. Sebagai lembaga pendidikan, pesantren memiliki kultur tersendiri sekaligus sebagai lembaga pendidikan yang memiliki jati diri Indonesia.

Seiring dengan kelajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, timbul beberapa kebutuhan masyarakat yang harus direspon pesantren terkait dengan perlunya ilmu agama dan ilmu umum yang harus dimiliki para santri. Kondisi ini merupakan tantangan bagi pesantren, mampukah pesantren menjawab akan kebutuhan pendidikan yang diharapkan? pertanyaan ini harus dijawab dengan kata “harus”. Mengapa “harus”, karena pesantren tumbuh dan berkembang seiring dengan harapan masyarakat yang semakin besar terhadap pesantren, terutama setelah pendidikan yang lain tidak mampu memenuhi tuntutan mental dan akhlak peserta didik seperti yang diharapkan masyarakat.

Tantangan dan kebutuhan masyarakat tersebut berdampak terhadap eksistensi pesantren sebagai lembaga pendidikan. Tantangan yang dihadapi pesantren saat ini menjadi sangat multiple. Satu sisi sebagai lembaga keagamaan dan pendidikan untuk harus mampu mempertahankan nilai-nilai akhlak sebagai ciri khas kepesantrenannya, dan disisi lain kepada bagaimana kemampuannya menjawab tantangan global termasuk kemampuan memberikan bekal skill kepada para santri untuk bisa hidup di masyarakat. Tantangan lain yang tidak dapat dielakkan adalah adanya kebutuhan masyarakat akan ijazah formal, untuk dapat bekerja di sektor formal atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Implikasi ini memberikan dorongan yang kuat terhadap pesantren untuk merespon kebutuhan tersebut dengan melakukan modernisasi, termasuk mendirikan lembaga pendidikan formal di pesantren tanpa menghilangkan tradisi kepesantrenannya.

Sebagai lembaga pendidikan formal, SMK berbasis pesantren memiliki keunggulan dalam hal pengembangan SDM dibandingkan dengan SMK diluar pesantren yang cenderung kurang menekankan pendidikan moral. Keunggulan yang dimiliki SMK berbasis pesantren dikarenakan SMK berbasis pesantren mengembangkan tiga nilai sekaligus, yakni karakter (moral), spiritual, serta pengetahuan dan keterampilan. SMK berbasis pesantren merupakan sekolah yang memadukan sistem pendidikan formal di sekolah dan sistem pendidikan pesantren. Para siswa tidak hanya belajar tetapi juga bertempat tinggal dan hidup menyatu di dalam lembaga itu selama 24 jam (Ismail dan Wahyuni, 2009:96).

Menurut data Direktorat Pembinaan SMK, jumlah SMK berbasis pondok pesantren saat ini masih terbatas, sampai tahun 2014 baru ada 952 SMK (3,3% dari jumlah pesantren atau 9,5% dari jumlah SMK) dengan jumlah siswa 254.287. Fenomena dengan semakin banyaknya pesantren yang mendirikan SMK menuntut perlunya suatu upaya untuk mengoptimalkannya, mengingat SMK berbasis pesantren relatif masih baru dan dalam proses menuju yang terbaik. Salah satu upaya yang dilakukan oleh Direktorat Pembinaan SMK adalah dengan menunjuk beberapa SMK berbasis pesantren sebagai pilot project, salah satunya adalah SMK Syubbanul Wathon di bawah naungan Pondok Pesantren Asrama Perguruan Islam (API ASRI) di Tegalrejo Magelang. SMK Syubbanul Wathon berdiri pada tahun 2007 dengan program keahlian Teknik Komputer dan Jaringan. Karena masyarakat merespon baik dengan didirikannya SMK Syubbanul Wathon, maka pada tahun 2011 membuka program keahlian Multimedia dan Tata Busana pada tahun 2013.

Penelitian desertasi ini dilakukan di SMK Syubbanul Wathon, dengan pertimbangan, Pertama, SMK Syubbanul Wathon memiliki keunggulan dibandingkan SMK berbasis pesantren lainnya, yakni sebagai sekolah yang ditunjuk Direktorat PSMK sebagai pilot project bagi SMK berbasis pesantren. Kedua, prestasi yang telah dicapai, selama enam tahun berturut-turut yaitu mulai tahun 2010 sampai tahun 2015, SMK Syubbanul Wathon berhasil meraih nilai Ujian Nasional terbaik se-Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Capaian prestasi ini menunjukkan bahwa SMK Syubbanul Wathon memiliki strategi pengelolaan sistem pendidikan kejuruan yang handal menuju SMK pesantren unggul. Ketiga, keunikan sistem pendidikan yang ada, dengan masih kentalnya kultur pesantren salafiyah yang diterapkan di SMK Syubbanul Wathon.

Hasil penelitian di atas dipromosikan dalam ujian terbuka Program Pascasarjana (PPs) Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) pada Jumat, 10 Februari 2017 di depan dewan penguji yang dipimpin oleh Prof. Soenarto, M.Sc., M.A, Ph.D. Lebih lanjut Umi Rochayati juga menambahkan keunikan dan kelebihan yang dimiliki oleh SMK pesantren, dapat menjadikan SMK pesantren sebagai alternatif pendidikan di Indonesia. (MUS/LIS).